PapuaOne.com – Sebanyak 33 Wakil Menteri dan 2 Menteri dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, (20/8/2025) oleh Kelompok Masyarakat Sipil atas dugaan praktik rangkap jabatan yang berpotensi menimbulkan korupsi.

Laporan 33 Wakil Menteri dan 2 Menteri ini diajukan oleh Themis Indonesia, Transparency International Indonesia, dan Pandekha FH UGM.

Reza Syawawi, dari Knowledge Management Officer TI Indonesia, menekankan bahwa rangkap jabatan bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga membuka peluang konflik kepentingan dan penyalahgunaan anggaran di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Rangkap jabatan menciptakan potensi korupsi karena penghasilan ganda dari dua posisi berbeda,” ujar Reza.

Ia menyoroti pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto pada 15 Agustus 2025, yang menegaskan bahwa korupsi masih menjadi tantangan serius di birokrasi, termasuk di BUMN dan BUMD.

Namun, praktik wakil menteri menjabat komisaris BUMN justru bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi tersebut.

Sejarah kasus di BUMN, seperti PT Asabri dan PT Jiwasraya, menunjukkan bahwa rangkap jabatan komisaris melemahkan fungsi pengawasan dan berpotensi menimbulkan kerugian negara triliunan rupiah.

Masyarakat sipil menilai praktik ini jelas melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, antara lain:

  • UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara, Pasal 23, melarang pejabat merangkap jabatan lain, termasuk komisaris BUMN atau swasta.
  • UU No. 1/2025 tentang Perubahan UU BUMN, Pasal 27B, menegaskan larangan rangkap jabatan bagi komisaris yang menimbulkan konflik kepentingan.
  • UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, Pasal 17 huruf a, melarang pejabat publik merangkap posisi pengurus organisasi usaha.
  • UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, menegaskan bahwa rangkap jabatan melanggar asas kepastian hukum, keadilan, dan kepatutan pemerintahan.

Praktik rangkap jabatan ini dinilai melemahkan fungsi pengawasan komisaris, memunculkan konflik kepentingan, dan membuka peluang korupsi karena posisi wakil menteri dan komisaris BUMN tumpang tindih.

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook