PapuaOne.com – Sosok kepemimpinan Bahlil Lahadalia di partai Golongan Karya (Golkar) dinilai belum kuat mengkonsolidasikan berbagai faksi di internal partai. Pasalnya muncul isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar untuk mengganti Bahlil Lahadalia yang menandakan banyak hal.
Peneliti senior Citra Institute, Efriza menyebut isu itu menandakan satu di antaranya ialah adanya resistensi internal terhadap figur Bahlil Lahadalia.
“Ini menunjukkan adanya gejolak dari faksi-faksi lainnya. Bahlil belum kuat dengan kepemimpinannya untuk mengkonsolidasikan berbagai faksi di internal partai Golkar, sehingga ditengarai ada yang merasa tidak terakomodir atau malah diabaikan,” kata Efriza, Senin (4/8/2025).
Selain itu, Efriza menjelaskan penanda lainnya dari isu munaslub ialah komunikasi politik dari internal untuk tujuan mengingatkan Bahlil sebagai ketua umum, bahwa banyak yang gerah karena loyalitas Bahlil kepada Jokowi.
“Jadi, isu Munaslub juga dapat dimaknai sebagai simbol keinginan sebagian elite Golkar untuk membatasi pengaruh politik dan ingin melepaskan diri dari bayang-bayang Jokowi serta memposisikan lebih loyal kepada Presiden Prabowo,” lanjutnya.
Efriza menyebutkan bisa juga Munaslub itu sebagai respons elite-elite Golkar yang tak suka kepemimpinan yang dekat dengan Jokowi dikarenakan dia telah lebih memilih kepada PSI, sementara upaya untuk mengajak masuk Golkar telah diabaikan oleh Jokowi.
“Ketiga, Golkar berharap Bahlil lebih loyal kepada Presiden Prabowo. Jika tidak, malah Prabowo dan Gerindra lebih nyaman dekat dengan PDIP dan Megawati Soekarnoputri,” jelasnya.
Dia juga menyebutkan bisa saja Munaslub bentuk kesadaran elite-elite Golkar di mana Bahlil terus saja memilih dan loyal kepada Jokowi.
Hal itu memungkinkan munculnya penurunan kepercayaan masyarakat pada Golkar.
Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook