PapuaOne.com – Istilah operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikritik Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Ia meminta agar KPK segera mengganti nama tersebut dan mempersoalkan penggunaan istilah OTT dalam penangkapan terduga pelaku korupsi, meskipun mereka tidak “sedang” melakukan transaksi korupsi.
“Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kalau bia mengganti istilah operasi tangkap tangan (OTT). Kalau memang orangnya sudah berpindah tempat, dinamakan OTT Plus, atau sekalipun kalau memang OTT-nya tidak dalam kapasitas yang sama, mending namanya diganti, jangan OTT lagi,” kata Sahroni dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan KPK, Rabu (20/8/2025).
Menurut Sahroni, orang yang ditangkap tidak sedang melakukan perbuatan jahat itu bisa disebut sebagai pelaku tindak pidana.
Ia lantas menyinggung mereka yang tidak diciduk dalam operasi tangkap tangan (OTT) juga bisa dijerat hukum dengan menggunakan pasal turut serta (Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP) karena perbuatannya masih terkait tindak pidana yang terjaring operasi senyap.
“Bahwa yang bersangkutan adalah pelaku tindak pidana yang sebelumnya ditangkap,” ujar Sahroni.
Menurut Sahroni, pihaknya memahami yang dimaksud OTT adalah penangkapan terduga pelaku yang sedang melakukan tindak pidana, dalam hal ini transaksi korupsi pada waktu yang sama.
Politikus Partai Nasdem ini menyebut, publik tidak memahami operasi tangkap tangan (OTT) sebagai penangkapan pihak tertentu pada tempat yang berbeda.
Bertolak dari persoalan itu, ia diminta Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh, untuk menyampaikan tanggapan atas OTT pada momentum Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Nasdem di Sulawesi.
Ketika itu, KPK menangkap kader Partai Nasdem yang menjabat Bupati Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Abdul Aziz.
“Kenapa akhirnya ketua umum saya memerintahkan saya untuk menyampaikan langsung secara logika, tindak pidana yang dilakukan yang bersangkutan, mungkin di saat yang sama bapak tangkap kalau ada orangnya, lebih baik diwaktu yang sama tangkap semua,” tutur dia.
Untuk diketahui, tangkap tangan diatur dalam Pasal 1 Angka 19 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook