PapuaOne.com – Kritikan Wakil Ketua Komisi Hukum Ahmad Sahroni soal operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) direspons Ketua KPK, Setyo Budiyanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu, (20/8/2025).

Setyo Budiyanto memastikan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Kolaka Timur Abdul Aziz sudah sesuai prosedur yang berlaku.

“Segala sesuatunya bisa kami pertanggungjawabkan, prosesnya itu sebagaimana di Pasal 5 UU KPK,” ujar Setyo.

Lebih jauh Setyo mengatakan penangkapan itu dilakukan setelah penyelidik menerima laporan dugaan korupsi. Sebagai lembaga hukum, KPK harus segera menyelidiki laporan tersebut.

Setyo menuturkan lembaganya itu menangani tindak pidana khusus, yakni korupsi yang termasuk dalam kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Penanganannya pun memerlukan cara yang luar biasa pula tapu tetap sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara dalam rapat kerja antara Komisi Hukum DPR RI dan KPK, Wakil Ketua Komisi Hukum Ahmad Sahroni mengkritik OTT yang dilakukan KPK terhadap rekan satu partainya itu. Terlebih penangkapan Aziz dilakukan setelah dia mengikuti Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem di kota tersebut.

Sahroni menilai OTT yang dilakukan oleh KPK itu tidak pas. Menurut dia, OTT merupakan penangkapan tersangka pidana korupsi di waktu yang bersamaan dengan transaksinya. Ia merasa yang terjadi pada Abdul Aziz itu tidak demikian.

“Jadi OTT itu seperti apa? Tangkap tangan di lokasi beserta bukti kejahatan, atau bagaimana? Karena apa yang terjadi di Makassar kemarin tidak seperti itu,” ujar Sahroni.

Kritikan Bendahara Umum Partai NasDem itu tertuju pada sikap penyidik KPK dalam penangkapan Abdul Aziz itu tidak pas. Sebab, Bupati Kolaka Timur itu ditangkap di kamarnya usai menghadiri Rakernas NasDem. Sedangkan, tujuh orang lain yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) rumah sakit ditangkap di dua tempat lain yang berbeda, yakni Kendari dan Jakarta.

KPK telah menetapkan lima orang tersangka dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di tiga wilayah yaitu Jakarta, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Salah satu tersangka adalah Bupati Kolaka Timur Abdul Azis yang juga merupakan kader NasDem.

Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, operasi tersebut terkait dengan dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) pembangunan rumah sakit umum daerah di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

“Pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) dengan nilai proyek sebesar Rp 126,3 miliar, yang bersumber dari DAK,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK pada Sabtu dini hari, 9 Agustus 2025. Abdul Azis diduga meminta vendor memberikan commitment fee sebesar 8 persen dari total nilai proyek atau sekitar Rp 9 miliar. Nilai proyek adalah Rp126,3 miliar.

KPK menangkap Abdul Azis saat mengikuti Rapat Kerja Nasional Partai Nasdem di Makassar, Jumat, 8 Agustus 2025. Namun KPK membantah ada drama dalam penangkapak tersebut.

“Nanti kami jelaskan kronologi dan konstruksi perkaranya seperti apa supaya masyarakat juga bisa menilai bahwa ini bukan drama, tetapi memang ada fakta-fakta perbuatannya,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Jumat, (8/8/2025) kemarin.

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook