PapuaOne.com –  Melchias Markus Mekeng terlihat murka dengan para pihak yang menghembuskan isu panas terkait Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar untuk mengganti Ketua Umum Bahlil Lahadalia segera menampakkan diri.

Politikus senior partai Golkar dan Ketua Fraksi Partai Golkar MPR ini menilai menampakkan diri bagi pihak yang mengembuskan isu munaslub akan membuat politik sehat.

“Kalau yang ingin munaslub, harus munculkan mukanya, dong,” kata Melchias Markus Mekeng, Jumat (8/8/2025).

“Siapa yang mau munaslub dan harus dijelaskan kenapa mesti ada munaslub,” lanjut Melchias Markus Mekeng.

Selain itu Mekeng pun menepis isu yang menyebut Partai Golkar akan menyelenggarakan munaslub. Menurut politikus senior itu, rumor munaslub untuk mengganti Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia tidak memiliki sumber yang jelas.

“Kalau kita baca di media, kan, hanya isu-isunya. Sumbernya dari mana, kan, tidak pernah jelas,” kata Mekeng.

Melchias Markus Mekeng pun menyebut kabar Partai Golkar akan mengadakan munaslub tidak berdasar.

“Menurut hemat saya, itu hoaks. Kami di Partai Golkar, di bawah kepemimpinan Pak Bahlil, kami tenang-tenang saja,” tutur Mekeng.

Sebelumnya diberitakan, sosok kepemimpinan Bahlil Lahadalia di partai Golongan Karya (Golkar) dinilai belum kuat mengkonsolidasikan berbagai faksi di internal partai. Pasalnya muncul isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar untuk mengganti Bahlil Lahadalia yang menandakan banyak hal.

Peneliti senior Citra Institute, Efriza menyebut isu itu menandakan satu di antaranya ialah adanya resistensi internal terhadap figur Bahlil Lahadalia.

“Ini menunjukkan adanya gejolak dari faksi-faksi lainnya. Bahlil belum kuat dengan kepemimpinannya untuk mengkonsolidasikan berbagai faksi di internal partai Golkar, sehingga ditengarai ada yang merasa tidak terakomodir atau malah diabaikan,” kata Efriza, Senin (4/8/2025).

Selain itu, Efriza menjelaskan penanda lainnya dari isu munaslub ialah komunikasi politik dari internal untuk tujuan mengingatkan Bahlil sebagai ketua umum, bahwa banyak yang gerah karena loyalitas Bahlil kepada Jokowi.

“Jadi, isu Munaslub juga dapat dimaknai sebagai simbol keinginan sebagian elite Golkar untuk membatasi pengaruh politik dan ingin melepaskan diri dari bayang-bayang Jokowi serta memposisikan lebih loyal kepada Presiden Prabowo,” lanjutnya.

Efriza menyebutkan bisa juga Munaslub itu sebagai respons elite-elite Golkar yang tak suka kepemimpinan yang dekat dengan Jokowi dikarenakan dia telah lebih memilih kepada PSI, sementara upaya untuk mengajak masuk Golkar telah diabaikan oleh Jokowi.

Meutya Hafid Digadang-gadang Bakal Gantikan Bahlil Lahadalia

Nama Meutya Hafid kian santer disebut sebagai pesaing potensial pelengseran Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia, yang disebut-sebut sebagai loyalis Presiden Joko Widodo.

Wacana Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) kian kencang berembus setelah internal Partai Golkar kembali memanas. Informasi yang berkembang menyebut Munaslub kemungkinan digelar pada akhir 2025, bertepatan atau sesudah reshuffle kabinet.

Langkah ini diyakini sudah mengantongi restu dari lingkaran kekuasaan. Beberapa faksi di tubuh Golkar pun disebut tengah bersiap menyambut suksesi kepemimpinan.

Nama Nusron Wahid, Menteri Agraria dan Tata Ruang, muncul sebagai salah satu kandidat kuat pengganti Bahlil.

Namun, posisinya belum sepenuhnya aman. Pasalnya, riwayat politik Nusron sempat membuat gerbong internal Golkar ragu.

Sementara di sisi lain, nama Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid dinilai lebih netral secara politik dan memiliki hubungan baik dengan Presiden Prabowo Subianto.

Meutya Hafid dikenal luas sejak disandera di Irak pada 2005 saat bertugas sebagai jurnalis Metro TV.

Dalam karier politiknya, ia menjabat sebagai Ketua Komisi I DPR RI pada periode 2019-2024, di mana ia menjadi mitra kerja Kementerian Pertahanan yang dipimpin Prabowo.

Selama menjabat, Meutya Hafid dinilai sukses mengawal agenda Kementerian Pertahanan di parlemen. Kedekatan ini diduga menjadi alasan mengapa Meutya kemudian dipilih Prabowo masuk kabinet sebagai Menteri Komunikasi dan Digital.

Jika Munaslub benar digelar, nama Meutya Hafid digadang-gadang menjadi calon kuat Ketua Umum Partai Golkar.

Ia bahkan berpotensi menjadi perempuan pertama yang menakhodai partai berlambang pohon beringin tersebut.

Kalkulasinya cukup jelas: jika tujuan Munaslub adalah menghapus dominasi loyalis Jokowi, maka Meutya memiliki peluang lebih besar ketimbang Nusron.

Selain lebih netral, Meutya Hafid punya jejak politik yang selaras dengan visi Presiden Prabowo dan bisa menjadi jembatan penguat koalisi pemerintah menuju Pilpres 2029.

Kini, semua mata tertuju ke akhir tahun 2025: apakah Partai Golkar akan benar-benar berganti nakhoda? Dan apakah Meutya Hafid akan mencetak sejarah baru bagi partai tertua di Indonesia itu?

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook