PapuaOne.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah memeriksa pegawai Direktorat Jenderal Imigrasi terkait kasus dugaan pemerasan tenaga kerja asing. Langkan KPK ini didukung dan dihormati Menteri Imipas Agus Andrianto.

Dalam keterangannya, Menteri Imipas Agus Andrianto mendukung proses hukum yang dilakukan KPK tersebut. “Ikuti proses hukumnya. Ya, iya, dong (menghormati). Mereka, kan, sedang menjalankan proses hukum yang terkait dengan ketenagakerjaan. Jadi, kita harus mendukung proses itu,” kata Eks Kabareskrim Polri Agus Andrianto di Jakarta, Senin (4/8/2025).

Perlu diketahui, KPK memanggil kembali aparatur sipil negara (ASN) di Ditjen Imigrasi sebagai saksi kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.

“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama RNR dan YRS, ASN bagian Visa di Ditjen Imigrasi Kementerian Imipas,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Kamis (31/7/2025).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, para saksi adalah Renra Hata Galih (RNR), Yuris Setiawan (YRS), dan Subandriyo (SBD).

Renra Hata Galih diketahui pernah bertugas di Kantor Imigrasi Kelas II TPI Tarempa, sementara Yuris Setiawan sempat menjabat sebagai Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Tanjung Priok.

Pada Rabu (30/7), KPK memanggil ASN bagian Visa di Ditjen Imigrasi, Angga Prasetya Ali Saputra. Dia merupakan Kepala Seksi Pemeriksaan II Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.

KPK pada 5 Juni 2025 telah mengungkap identitas delapan orang tersangka kasus ini, yakni ASN di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp 53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.

Adapun RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

Apabila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp 1 juta per hari.

Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook