PapuaOne.com – Eks mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dinilai tidak kompeten saat menjadi menteri pendidikan pasalnya Nadiem Makarim tidak mau mendengarkan masukan dari berbagai pihak.
Demikian hal ini diungkapkan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie yang menyebut ditetapkannya Nadiem Makarim jadi tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) harus menjadi Pelajaran bagi para pejabat agar tidak sombong saat menjabat.
“Jadi kalau lagi berkuasa itu jangan sombong. Ini kan pergiliran kekuasan. Kalau anda tidak mau dengar, memperbaiki diri, nanti setelah kamu turun, kamu kena. Sama seperti Nadiem kayak gini,” kata Jimly Asshiddiqie.
Pria yang juga pernah menjadi pimpinan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini dalam pandangannya mengingatkan para pejabat politik yang mendapat amanah harus belajar mengelola dan memimpin birokrasi yang amanah.
“Ternyata 5 tahun kebijakan pendidikan kita makin rusak. Yang bekerja itu ternyata bukan internal, tetapi ternyata tim dari luar. Dia bawa pasukan dari luar, sehingga kacau mekanisme kerja internal dan melanggar aturan-aturan baku di birokrasi pemerintahan,” papar Jimly.
Mantan anggota DPD RI ini menyebut kasus Nadiem Makarim ini, harus menjadi pelajaran bahwa ketika menduduki jabatan harus bekerja sebaik-baiknya untuk melayani kepentingan umum.
Ia pun menolak penetapan tersangka Nadiem ini dikait-kaitkan dengan persoalan politik masa lalu. “Itu ilmu kiralogi (ilmu kira-kira) gak usah didengerin. Langkah Kejagung ini lurus saja. Jangan semua digoreng (dituduh) politis,” ungkap Jimly.
Menurutnya, jangan menganggap penyidik kejaksaan atau kepolisian itu bodoh-bodoh. Mereka pasti menetapkan tersangka sudah memiliki alat bukti. “Jangan sebagai pengamat dari luar sok tahu. Hanya pakai ilmu kira-kira,” kata Jimly.
Jika Nadiem merasa ada hal yang salah dalam penetapan tersangkanya, kata Jimly, tinggal dibuktikan saja.
“Ini informasi kan sudah sangat terbuka. Buktikan saja nanti di pengadilan, yang terbuka dan transparan. Gak usah dianalisa ke politik, ini genk Solo dan sebagainya,” ujar Jimly.
Dijelaskannya, masyarakat seringkali baru tahu sesuatu setelah masyarakat ribut-ribut. Salah satu contohnya kenaikan PBB hampir 250 persen di Pati, Jawa Tengah.
“Ributnya ini karena kesombongan dari Bupati Pati. Angkuh. Seteleh diungkap ternyata di seluruh Indonesia sama, bahkan ada yang naiknya seribu persen, 300 persen,” kata Jimly.
Dengan demikian, lanjut dia, evaluasinya harus menyeluruh karena ternyata terjadi di banyak wilayah di Indonesia.
Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook