PapuaOne.com – Hak asasi manusia telah dijamin dalam berbagai instrumen hukum mulai dari konsitusi Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang HAM, serta berbagai turunannya. Demikian dikatakan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta Selatan, pada Rabu malam, 16 Juli 2025.

Natalius Pigai juga meminta agar Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) diselaraskan dengan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang hak asasi manusia.

Pembahasan KUHAP baru harus mempertimbangkan aturan-aturan itu agar dapat menjadi acuan pelaksanaan sistem peradilan pidana (criminal justice system) yang berbasis hak asasi manusia.

“Standar internasional proses criminal justice system itu terintegrasi dengan human rights justice system, keduanya dijiwai dan disemangati oleh nilai-nilai humanisme dan hak asasi manusia,” ujar Natalius Pigai.

Natalius Pigai menjelaskan proses penegakan hukum pidana memiliki sifat membatasi hak asasi warga negara yang berstatus tersangka atau terdakwa. Pembatasan itu dilakukan dengan cara upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, penyitaan, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, KUHAP sebagai acuan utama dalam penanganan perkara pidana harus mengacu pada nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia. Tujuannya, untuk menghindari tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum dalam proses penegakan hukum pidana.

Dia pun meminta agar dalam pembahasan RUU KUHAP, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertimbangkan aspirasi masyarakat sipil dan para pembela HAM.

“Kami ingin agar DPR betul-betul melihat dan mendengar aspirasi dari kelompok sipil, para pakar HAM, serta lembaga yang berfokus pada HAM,” kata Natalius Pigai.

Sementara pada 10 Juli 2025, Panitia Kerja Komisi III DPR bersama pemerintah telah selesai membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KUHAP. Pembahasan itu berlangsung selama dua hari.

“Iya, sudah selesai pembahasannya. Jumlah total DIM yang dibahas 1.676,” kata Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.

Proses pembentukan dan pembahasan KUHAP yang dilakukan DPR dan pemerintah mendapat kritik dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP. Mereka menilai proses tersebut minim partisipasi bermakna dari masyarakat. Koalisi juga berpendapat DIM RUU KUHAP yang selesai dibahas DPR dan pemerintah itu masih memuat sejumlah pasal bermasalah.

Beberapa ketentuan yang menjadi sorotan mereka di antaranya mekanisme upaya paksa, judicial scrutiny, penguatan peran advokat dalam proses hukum, serta penerapan keadilan restorasi yang bermasalah.

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook