PapuaOne.com – Dalam upaya untuk mereformasi badan kepolisian dengan pembentukan tim reformasi Polri yang menurut sejumlah pihak telah disetujui Presiden Prabowo Subianto. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) memberikan sejumlah catatan atas wacana tersebut.
Komisioner Kompolnas M. Choirul Anam menyebut Kompolnas menyoroti tiga instrumen krusial yang menurut mereka perlu diperhatikan. Tiga instrumen penting tersebut yakni ruang digital, hak asasi manusia (HAM), serta pengawasan.
“Reformasi ini sebenarnya tidak berangkat dari nol, ketiga instrumen tersebut menjadi modalitas untuk mengidentifikasi area yang perlu diperkuat, diperbaiki, atau diganti,” kata Anam pada, Sabtu (13/9/2025).
Pertama, mengoptimalkan instrumen digital di era modern. Kompolnas menekankan pentingnya meletakkan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berkumpul melalui ruang digital yang dinamikanya semakin masif.
Dalam hal ini, produk reformasi Polri perlu menjamin hak-hak masyarakat dalam menyampaikan aspirasi yang bergerak dalam lingkup digital. Hal ini membuktikan bahwa reformasi lembaga penegak hukum tersebut mengikuti perkembangan zaman.
“Sehingga bisa memastikan perlindungan masyarakat, jaminan atas hak milik masyarakat, bisa maksimal,” tuturnya.
Kemudian, Kompolnas turut menyoroti catatan buruk soal tindakan represif personel polisi saat menghadapi massa.
Anam mengatakan, berdasarkan catatan sejumlah lembaga sipil, masih banyak ditemukan polisi yang menggunakan cara-cara represif saat melaksanakan tugas di masyarakat.
“Tindakan represif itu apakah bagian dari kebudayaan atau tidak? Kalau itu masih dipandang sebagai bagian budaya, kita harus bereskan,” ujarnya.
Menurut Anam, tindakan represif polisi yang membudaya perlu diperbaiki sejak pembentukan karakteristik calon-calon anggota bhayangkara. Pemerintah perlu menelusuri akar persoalan, yakni sejak di level kurikulum pendidikan.
Ia berpendapat, perlunya instrumen hak asasi manusia yang dimasukkan dalam kurikulum pendidikan kepolisian. “Salah satunya agar membentuk kepolisian yang jauh lebih civilized, mengedepankan sipil,” katanya.
Instrumen terakhir, yakni memastikan penguatan pengawasan kepolisian, baik internal maupun eksternal. Dalam hal ini, penguatan Propam sebagai pengawas internal serta Kompolnas sebagai salah satu pengawas eksternal.
“Agar efektif melakukan pengawasan, agar efektif mencegah pelanggaran, dan efektif untuk memberikan temuan-temuan yang bisa mengubah kebijakan juga, penting untuk dipikirkan penguatan pengawasan ini,” ucapnya.
Sementara kabar soal pembentukan tim reformasi Polri ini mencuat setelah sejumlah tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kenegaraan pada Kamis, 11 September 2025.
Mantan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia atau PGI Gomar Gultom yang ikut dalam pertemuan itu mengatakan dalam pertemuan itu mereka menyampaikan kepada Presiden Prabowo perlunya mengevaluasi dan mereformasi Polri.
Gultom mengatakan Presiden Prabowo sudah memiliki konsep reformasi Polri. Gerakan Nurani Bangsa menilai Presiden harus mengevaluasi dan menata ulang kepemimpinan Polri dan kebijakannya.
Tujuannya agar kepolisian tidak lagi melakukan tindakan eksesif yang melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara lainnya.
Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook